Sebagai tahap lanjutan dari penyusunan Indonesia Vision 2050, pada hari Rabu, 8 April 2015 Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bersama dengan Penabulu Alliance mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan untuk mencari dan melihat concern dan trend yang ada dari persepsi sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk membantu tercapainya tujuan dan visi masing-masing perusahaan berdasarkan kendala dan juga peluang yang ada. FGD yang dilaksanakan pada Pkl. 09.30–13.00 WIB ini diadakan di Pomelotel di Ruang Meeting 6 dan dihadiri oleh perwakilan dari beberapa perusahaan, yaitu Ametis institute, APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia), AGI (Asosiasi Industri Gas Indonesia – PT Aneka Gas) dan GPPI (Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia).
Acara diawali oleh Tiur Rumondang menjelaskan bahwa IBCSD saat ini didukung oleh KADIN yang mengemban Studi Indonesia Vision 2050, yaitu visi dan misi di mana CEO akan bertanya mau ke mana dan atas dasar apa kita akan bergerak. IBCSD harus punya dasar yang kuat agar kegiatan ini ke depan bisa menjadi bagian dari kegiatan yang berkelanjutan. Kita bisa melihat penelitian awal yang mengupas 10 elemen yang dilakukan oleh Penabulu. Tiur menjelaskan, “Setelah melihat penelitian tersebut, maka kita lebih intens untuk memperhatikan hal tersebut dengan keadaan Indonesia 20–30 tahun ke depan. Tidak bekerja sendiri tetapi melanjutkan kerja WBCSD. Visi ini tidak berguna jika hanya studi tetapi perlu share dari peserta untuk melakukan sustainable, yang menjadi “Voice of Private Sector.” Diskusi ini merupakan diskusi seri ke-4 yang bisa menjadi bagian penting untuk menjadi penetapan Pathways”, paparnya.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil riset yang disampaikan oleh Sardi Winata selaku peneliti senior di Penabulu Alliance. Sardi berpesan bahwa dokumen ini juga diharapkan akan mampu memberikan ruang pertimbangan bagi pemerintah dalam pengembangan kebijakan, peraturan maupun insentif yang diperlukan untuk mendorong pasar bergerak menuju keberlanjutan. Seri keempat FGD ini dari 10 elemen yang sudah didapatkan dari hasil riset, Sardi memfokuskan pada elemen Agriculture dan Energy.
Akhir penjelasan dilanjutkan dengan fasilitator acara Asep Suntata yang memulai diskusi dengan pengantar “situasi sekarang seperti apa, di kerangka apa, lalu transisi yang diperlukan, sehingga yang menjadi tujuan visi Indonesia, bisa tercapai dengan baik, maka seluruh aspek dengan visi korporasi, ini titik awal yang baik, silahkan untuk direspon”.
Diskusi kali ini dari masing-masing anggota menyatakan pendapat mereka tentang penyusunan Indonesia Tren 2050 tersebut. Diawali dari Herman Prayudi yang menyatakan “Kalau kita bicara tahun 2050, perlu platform yang jelas, bagaimana pra kondisi?, saya belum lihat dari paparan, bahwa soal leadership menjadi penting untuk membangun sistem, yang terjadi, sekarang ganti rejim, maka ganti sistem, misalnya bicara tentang maritim, tetapi kembali lagi, dimana usaha kita terbengkalai, contohnya kehutanan, yang penting di mana kita terbaharui, banyak sektor lain tentang hutan, juga ada climate change, infrastruktur dan energy”.
Peserta lain mengungkapkan “Apalagi bicara jangka panjang, kalau kondisi kita ini, maka akan ada target, berapa?, setelah ini realisasi berapa?, tahap kedua based on data, posisi kita itu apakah di kuning?, apakah di merah?, atau apakah di hijau?, kalau di kuning, ini peringatan. Saya ada datanya, bahwa perkebunan dan kontribusinya, itu memberikan sumber ekonomi yang besar, dibanding padi dan food crop, maka dengan kebijakan CPO, secara garis besarnya itu Pak Asep, memang paparan sudah baik, namun harus diisi lagi, kalau bicara rentang waktu visi 2050” papar Har Adi Basri dari GPPI.
Peserta dari AGI, Afdal Marda menyatakan “Kami meihat dari data yang disampaikan, di mana pemikirannya, energi fosil, akan bertahan 14-15 tahun, setelah itu memakai apa?, sektor kami menghadapi dunia bisnis, dengan menghadapi guncangan harga minyak, begitu juga keriuhan yang ada, terlalu banyak koreksi dari SKK migas bagi koreksi kepada kami, termasuk ketika meninjau harga yang dipasang dalam budgeting”.
Pernyataan tadi ditanggapi oleh Erwin (ABT) dengan “Kalau dulu, memang sekarang wilayah hutan, namun 20 tahun yang akan datang, bisa saja sekarang sudah jadi perumahan”. Ditambahkan oleh Dwi Susanto (Ametis Institue) yang menyatakan “Kita sekarang membuat database, untuk mencapai 2030, bahkan sampai 2050, dengan pathways, logikanya harus menyesuaikan, akan lebih baik para pebisnis yang menyampaikan, secara umum, misalnya tentang masalah power plan, sakarang Pemerintah, menargetkan 35 ribu megawatt, kita melihat dengan jaman SBY dengan fast track, dengan 10 ribu, namun itu realisasinya hanya 70%”.
Diskusi yang belanjut dengan perlahan namun pasti tersebut ditutup dengan masukan-masukan dari anggota diskusi untuk pengembangan selanjutnya untuk studi Indonesia Vision 2050 menjadi lebih baik lagi. Akhir acara fasilitator mempersilahkan peserta untuk makan siang dan menutup diskusi pada siang hari tepat pukul 12.18 WIB.